Rabu, 28 April 2010
Bagaimana Kiat Menjadi Keluarga Sakinah??
Bagaimana sih gambaran keluarga sakinah itu ?
Setiap keluarga / rumah tangga sangat mendambakan terwujudnya keluarga sakinah, bahkan setiap kita mendengarkan upacara pernikahan, menyampaikan ucapan selamat kepada pengantin baru selalu diiringi dengan ucapan doa " Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rakhmah". Tentu saja andapun sangat mendambakan keluarga yang sakinah, seperti aku juga, Tapi bagaimana sih gambaran keluarga sakinah itu ? Lalu kiat-kiat apakah yang harus dijalankan agar keluarga sakinah itu terbentuk ?
Keluarga sakinah adalah keluarga dengan enam kebahagiaan yang terlahir dari usaha keras pasangan suami istri dalam memenuhi semua kewajiban, baik kewajiban perorangan maupun kewajiban bersama. Teramat jelas bagaimana Allah dan Rasul-Nya menuntun kita untuk mencapai tiap kebahagiaan itu. Enam kebahagiaan yang dimaksud adalah:
Pertama, kebahagiaan finansial. Kepala keluarga wajib mencukupi kebutuhan nafkah istri dan anak-anaknya dengan berbagai usaha yang halal. Kebahagiaan finansial adalah ketika kebutuhan asasi seperti sandang, papan dan pangan, serta kebutuhan dharuri seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, terlebih bila kebutuhan kamali dapat dipenuhi. Sehingga keluarga itu dapat hidup normal, mandiri, bahkan bisa memberi.
Kedua, kebahagiaan seksual. Sudah menjadi fitrahnya, dalam kehidupan rumah tangga suami istri ingin meraih kepuasan seksual. Islam menuntunkan agar istri senantiasa bersiap memenuhi panggilan suami, tapi juga diajarkan agar suami selalu memperhatikan kebutuhan seksual istri. Ketika sepasang suami istri secara bersama dapat mencapai kepuasan seksual, maka mereka akan merasakan kebahagiaan seksual. Terlebih bila dari aktifitas seksual itu kemudian terlahir anak. Dengan pendidikan yang baik tumbuh menjadi anak yang shalih dan shalihah, kebahagiaan akan semakin memuncak.
Ketiga, kebahagiaan spiritual. Salah satu kewajiban bersama suami istri adalah melaksanakan ibadah-ibadah mahdah seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Ketika sebuah keluarga terdiri dari pasangan suami istri yang rajin beribadah, dan dalam moment-moment tertentu memenuhi anjuran Allah dan Rasul-Nya untuk melaksanakannya secara bersama, seperti shalat berjamaah, membaca al-Qur’an, puasa sunnah dan sebagainya, maka kehidupan rumah tangga itu akan dihiasi oleh suasana religius dengan aura spiritual yang kental. Mereka merasakan secara bersama nikmatnya beribadah kepada Allah. Inilah yang disebut kebahagiaan spiritual.
Keempat, kebahagiaan moral. Suami wajib menggauli istri dengan ma’ruf. Istri juga wajib bersikap sopan dan patuh kepada suami. Suami istri bersikap sayang kepada anak-anak, sementara anak wajib bersikap hormat kepada kedua orang tuanya. Ketika pergaulan antar anggota keluarga, juga dengan karib kerabat dan tetangga, senantiasa dihiasi dengan akhlaq mulia, akan terciptalah kebahagiaan moral.
Masing-masing akan merasa nyaman dan tenteram tinggal di rumah itu. Rumah akan benar-benar dirasakan sebagai tempat yang memberikan ketenangan, bukan sebaliknya. Keresahan yang membuat para penghuninya tidak betah tinggal di sana.
Kelima, kebahagian intelektual. Untuk menjalani hidup dengan sebaik-baiknya menurut tolok ukur Islam, juga untuk mampu mengatasi secara cepat dan tepat setiap problematika keluarga yang timbul, diperlukan pengetahuan akan ara’ (pendapat), afkar (pemikiran) dan ahkam (hukum-hukum) Islam pada pasangan suami istri. Maka menuntut ilmu (tsaqofah Islam) adalah wajib.
Ketika, sepasang suami istri memiliki pemahaman dan ilmu Islam yang cukup sedemikian kebutuhan untuk hidup secara Islami dan menjawab setiap masalah tercukupi, mereka akan merasakan suatu kebahagiaan karena hidup akan dirasakan terkendali, terang dan mantap. Pengetahuan memang akan mendatangkan kebahagiaan. Sebagaimana kebodohan mendatangkan kesedihan. Inilah yang disebut kebahagiaan intelektual.
Keenam, kebahagiaan ideologis. Keluarga dalam Islam bukan hanya dibentuk untuk memenuhi kebutuhan individu, tapi juga memuat misi keumatan. Yakni sebagai basis para pejuang Islam dalam usahanya menegakkan risalah Islam. Dengan misi itu, berarti masing-masing anggota keluarga diarahkan untuk memiliki peran yang nyata dalam dakwah. Termasuk anak-anak yang terlahir dididik untuk menjadi kader dakwah yang tangguh di masa mendatang.
Karena begitu indah dan syakralnya suatu pernikahan, Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci. Yang membuat setiap pasangan dapat mengaplikasikannya dalam dunia nyata. Mulai dari
anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana
mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam
proses nafaqah (memberi nafkah) dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci, detail dan jelas.
Selanjutnya untuk memahami konsep pernikahan dalam Islam, maka rujukan yang paling benar dan sah
adalah Al Qur’an dan As Sunnah Ash Shahihah yang sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih. Berdasar
rujukan ini, kita akan memperoleh kejelasan tentang aspek-aspek pernikahan, maupun beberapa
penyimpangan dan pergeseran nilai pernikahan yang terjadi di dalam masyarakat kita.
Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan. Maka dari itu Islam menganjurkannya, karena nikah merupakan
gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Allah Ta’ala berfirman:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum:30)
Islam Menganjurkan Nikah
Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan besar sekali, Allah menyebutkan sebagai ikatan yang kuat.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An
Nisaa’:21)
Sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam telah bersabda:
“Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.” (HR.Ath Thabrani, Syaikh Albani
menghasankannya)
ISLAM TIDAK MENYUKAI MEMBUJANG
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras orang yang tidak
mau menikah. Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
memerintahkan kami untuk menikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras.” Beliau
bersabda:
“Nikahilah wanita yang subur dan penyayang. Kerana aku akan berbangga dengan banyaknya
umatku di hadapan umat-umat lain.” (HR. Abu Dawud, An Nasa-i, Al Hakim, Al Baihaqi dari Ma’qil bin
Yasar dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Pernah suatu ketika, tiga orang sahabat radhiallahu anhum datang bertanya kepada isteri-isteri Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tentang peribadahan beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Kemudian setelah
diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan ibadah mereka. Salah seorang dari mereka berkata:
“Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus”. Sahabat lain berkata:”Sedangkan saya akan
menjauhi wanita, saya tidak akan menikah selamanya…”. Ketika hal itu di dengar oleh Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wassalam, beliau keluar seraya berkata:
“Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu?Sungguh demi Allah, sesunguhnya akulah yang
paling takut dan taqwa kepada Allah diantara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka,
aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak
menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, AN Nasa-i
dan Al Baihaqi dari sahabat Anas bin Malik)
Allah memerintahkan untuk menikah. Dan seandainya mereka fakir, niscaya Allah Ta’ala akan membantu
dengan memberikan rezeki kepada mereka. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang
menikah, dalam firmanNya:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak
(menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan wanita. Jika mereka miskin, Allah
akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur:32)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya:
“Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah. Iaitu, mujahid fi sabilillah,
budak yang menebus dirinya supaya merdeka, dan orang yang menkah kerana ingin memelihara
kehormatannya.” (HR. Ahmad, An Nasa-i, At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim, dari sahabat Abu
Hurairah. Hadits ini hasan)
TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia. Dan jalan yang sah untuk memenuhi keperluan ini adalah dengan akad
nikah (melalui jinjang pernikahan), bukan dengan cara yang kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang
sekarang ini dengan berpacaran (couple), kumpul kebo (hidup bersama tanpa ikatan sah), melacur, berzina,
lesbi, homo dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlak Yang Mulia
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Wahai, para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk menikah, maka
nikahlah, kerana nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji
(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, kerana puasa itu
dapat membentengi dirinya.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasa-i, Ad Darimi dan AL
Baihaqi, dari sahabat Abdullah bin Mas’ud)
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al Qur’an disebutkan, bahawa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri
sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut:
“Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang pembayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang
yang zhalim.” (QS. Al Baqarah:229)
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah
tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib. Oleh kerana itu,
setiap muslim dan muslimah harus berusaha membina rumah tangga yang Islami. Ajaran Islam telah
memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, agar terbentuk rumah tangga yang
Islami. Di antara kriteria itu adalah harus kafa’ah dan shalihah.
Kafa’ah Menurut Konsep Islam
Kafa’ah (setaraf, sederajat) menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlaq
seseorang, bukan diukur dengan status sosial, keturunan dan barometer duniawi lainnya.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling
bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al
Hujurat:13)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Seorang wanita dinikahi kerana empat hal. Kerana hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan
agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya (ke-Islamannya). nescaya
kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An Nasa-i, Ibnu Majah, Ahmad, dari sahabat
Abu Hurairah)
Memilih Yang Shalihah
Orang yang hendak menikah, harus memilih wanita yang shalihah, demikian pula wanita harus memilih lakilaki
yang shalih. Allah berfirman:
“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanitawanita
yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang
baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nuur:26)
Menurut Al Qur’an, wanita yang shalihah adalah:
“Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada,
sebagaimana Allah telah memelihara (mereka).” (QS. An Nisa’:34)
Menurut Al Qur’an dan Al Hadits yang shahih, diantara cirri-ciri wanita yang shalihah adalah:
• Ta’at kepada Allah dan ta’at kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
• Ta’at kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada, serta menjaga
harta suaminya.
• Menjaga shalat yang lima waktu tepat pada waktunya.
• Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan.
• Banyak shadaqah dengan seizin suaminya.
• Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj)
seperti wanita jahiliyah (QS. Al Ahzab:33).
• Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya, kerana yang
ketiganya adalah syaitan.
• Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya.
• Ta’at kepada kedua orang tua dalam kebaikan.
• Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.
• Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islami.
Bila kriteria ini dipenuhi, insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah kepada Allah.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Dan dalam hubungan suami isteri salah seorang diantara kalian adalah sedekah (Mendengar
sabda Rasulullah), para sahabat kehairanan dan bertanya: ‘Wahai Rasulullah. Apakah salah
seorang dari kita memuaskan syahwatnya (keperluan biologisnya terhadap isterinya) akan
mendapat pahala?’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: ‘Bagaimana menurut kalian, jika
mereka (para suami) bersetubuh dengan selain isterinya, bukankah mereka berdosa?’ Jawab
para sahabat:’Ya, benar’. Beliau bersabda lagi:’Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan
isterinya (ditempat yg halal), mereka akan memperoleh pahala.’” (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban,
dari sahabat Abu Dzar)
5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan Bani Adam sebagaimana
firman Allah Ta’ala:
“Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami isteri dan menjadikan bagimu dari
isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka
mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” (QS. An
Nahl:72)
Yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari
dan membentuk generasi yang berkualitas, iaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah:
“Dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian (iaitu anak).’ (QS. Al Baqarah:187).
Yang dimaksud dengan ayat ini, “Hendaklah kalian mencampuri isteri kalian dan berusaha untuk
memperoleh anak.”
TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaklah ia meminang terlebih dahulu, kerana
dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain. Dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang
wanita yang sedang dipinang oleh orang lain.
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi:
• Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
• Adanya ijab qabul.
• Adanya mahar.
• Adanya wali
• Adanya saksi-saksi.
3. Walimah
Walimatul ‘urusy (pesta pernikahan) hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam
walimah hendaklah diundang pula orang-orang miskin. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing.” (HR.Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i, Ad Darimi, Ahmad, dari sahabat Anas bin Malik)
SEBAHAGIAN PELANGGARAN YANG TERJADI DALAM PERNIKAHAN YANG WAJIB DIHINDARKAN
(DIHILANGKAN)
1. Pacaran (couple).
2. Tukar cincin.
3. Menuntut mahar yg tinggi.
4. Mengikuti upacara adat.
5. Mencukur janggut bagi laki-laki dan mencukur alis mata bagi wanita.
6. Kepercayaan terhadap hari baik dan sial dalam menentukan waktu pernikahan
7. Mengucapkan ucapan selamat ala kaum jahiliyah.
8. Adanya ikhtilath (bercampur-baurnya antara laki-laki dan perempuan).
9. Muzik, nyanyi dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Marilah kita berupaya untuk melaksanakan pernikahan dan membina rumah tangga dengan cara yang
Islami, serta berusaha meninggalkan aturan, tata-cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan
dengan Islam. Jangan meniru cara-cara orang-orang kafir dan orang-orang yang banyak berbuat dosa dan
maksiat.
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
Anjuran Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam untuk menikah mengandung berbagai manfaat,
sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Dapat menundukkan pandangan.
2. Akan terjaga kehormatan
3. Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
4. Akan ditolong dan dimudahkan oleh Allah.
5. Dapat menjaga syahwat, yang merupakan salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam syurga.
6. Mendatangkan ketenangan dalam hidup.
7. Akan terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, sebagaimana firman Allah:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya
diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rumm:21)
8. Akan mendapatkan keturunan yang shalih.
9. Menikah dapat menjadi sebab peningkatan jumlah ummat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Ada sebahagian kaum muslimin yang telah menikah dan dikaruniai oleh Allah seorang anak atau dua orang
anak, kemudian mereka membatasi kelahiran, tidak mahu mempunyai anak lagi dengan berbagai alasan
yang tidak syar’i. Perbuatan mereka telah melanggar syari’at Islam. Fatwa-fatwa ulama Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah telah menjelaskan dengan tegas, bahawa membatasi kelahiran atau dengan istilah lainnya
“keluarga berencana”, hukumnya adalah haram.
Sesungguhnya banyak anak itu banyak manfaatnya. Dianatara manfaaat dengan banyaknya anak dan
keturunan, adalah:
a. Di Dunia mereka akan saling menolong dalam kebajikan.
b. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.
c. Do’a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah tidak lagi beramal (telah
meninggal dunia).
d. Jika ditaqdirkan oleh Allah anaknya meninggal ketika masih kecil, insya Allah ia akan menjadi syafa’at
(penolong) bagi orang tuanya nanti di akhirat.
e. Anak akan menjadi hijab (pemelihara) dirinya dengan api neraka, manakala orang tuanya mampu
menjadikan anak-anaknya sebagai anak yang shalih dan shalihah.
f. Dengan banyaknya anak, akan menjadikan salah satu sebab bagi kemenangan kaum muslimin ketika
dikumandangkan jihad fi sabilillah, kerana jumlah yang sangat banyak.
g. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bangga dengan jumlah umatnya yang banyak. Apabila seorang
muslim cinta kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, maka hendaklah ia mengikuti keinginan
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam untuk memperbanyak anak, kerana Beliau Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bangga dengan tingginya kuantitas umatnya pada hari kiamat.
Bila Belum Dikaruniai Anak
Apabila ditaqdirkan Allah sepasang suami isteri sudah menikah sekian lama, namun belum juga dikaruniai
anak, maka janganlah dia berputus asa dari rahmat Allah. Hendaklah dia terus berdo’a sebagaimana Nabi
Ibrahim dan Zakaria ‘Alaihis Salam telah berdoa kepada Allah, sampai Allah mengabulkan do’a mereka. Dan
hendaknya bersabar dan redha dengan qadha’ dan qadar yang Allah tentukan, serta meyakini bahawa
semua itu ada hikmahnya.
Do’a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat dalam Al Qur’an, iaitu:
“Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.”
(QS. Ash Shaafat:100).
“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al
Furqan:74).
“Ya Rabbku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris yang
paling baik.” (QS. Al Anbiyaa:89).
Mudah-mudahan Allah memberikan keturunan yang shalih kepada pasangan suami isteri yang belum
dikaruniai anak.
HAK ISTERI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI
Diantara kewajiban dan hak tersebut adalah seperti yang tercantum dalam sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam dari sahabat Muawiyah bin Haidah bin Mu’awiyah bin Ka’ab Al Qusyairy radhiallahu anhu, ia
berkata: Saya telah bertanya, “Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri yang harus dipenuhi oleh suaminya?”
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab:
1. Engkau memberinya makan apabila engkau makan.
2. Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian.
3. Janganlah engkau memukul wajahnya,dan
4. Janganlah engkau menburuk-burukannya, dan
5. Janganlah engkau tinggalkan dia melainkan di dalam rumah (jangan berpisah tempat tidur
melainkan di dalam rumah).
(HR.Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, Al Baihaqi, Al Baghawi, An Nasa-i. Hadits ini dishahihkan
oleh Al Hakim, Adz Dzahabi dan Ibnu Hibban)
Mengajarkan Ilmu Agama
Di samping hak diatas harus dipenuhi oleh seorang suami, seorang suami juga wajib mengajarkan ajaran
Islam kepada isterinya. Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya (terbuat dari) manusia dan batu, penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar lagi
keras, yang tidak mendurhakai (perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim:6)
Untuk itulah, kewajiban sang suami untuk membekali dirinya dengan menuntut ilmu syar’i (thalabul ‘ilmi)
dengan menghadiri majlis-majlis ilmu yang mengajarkan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan
pemahaman Salafush Shalih-generasi terbaik, yang mendapat jaminan dari Allah-sehingga dengan bekal
tersebut, seorang suami mampu mengajarkannya kepada isteri, anak dan keluarganya. Jika ia tidak
sanggup mengajarkan mereka, seorang suami harus mengajak isterinya menuntut ilmu syar’i dan
menghadiri majlis-majlis taklim yang mengajarkan tentang aqidah, tauhid mengikhlaskan agama kepada
Allah, dan mengajarkan tentang bersuci, berwudhu’, shalat, adab dan lainnya.
HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTERI
Ketaatan Isteri Kepada Suaminya
Setelah wali (orang tua) sang isteri menyerahkan kepada suaminya; maka kewajiban taat kepada sang
suami menjadi hak yang tertinggi yang harus dipenuhi, setelah kewajiban taatnya kepada Allah dan Rasul-
Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Kalau seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan
perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Baihaqi, dari
sahabat Abu Hurairah. Ini lafazh milik Tirmidzi, ia berkata,’Hadits ini hasan shahih’)
Sang isteri harus taat kepada suaminya, dalam hal-hal yang ma’ruf (mengandung kebaikan dalam hal
agama), misalnya ketika diperintahkan untuk shalat, berpuasa, mengenakan busana muslimah, menghadiri
majlis ilmu, dan bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at. Hal inilah
yang justru akan mendatangkan syurga bagi dirinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam:
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan,
menjaga kemaluannya, menjaga kehormatannya dan dia taat kepada suaminya, nescaya ia akan
masuk syurga dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki.” (HR. Ibnu Hibban, dari sahabat Abu
Hurairah. Hadits ini hasan shahih)
Isteri Harus Banyak Bersyukur Dan Tidak Banyak Menuntut
Perintah ini sangat ditekankan dalam Islam, bahkan Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat,
manakala sang isteri banyak menuntut kepada suaminya dan tidak bersyukur kepadanya. Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya aku diperlihatkan neraka dan melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita.”
Sahabat bertanya: “Sebab apa yang menjadikan mereka paling banyak menghuni neraka?”
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: “Dengan sebab kufur”. Sahabat
bertanya:”Apakah dengan sebab mereka kufur kepada Allah?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam menjawab :”( Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada
kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada isterinya selama
setahun, kemudian isterinya melihat sesuatu yang buruk pada diri suaminya, maka dia
mengatakan ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu’.” (HR. Bukhari dan Muslim, Abu
‘Awanah, Malik, An Nasa-i serta Al Baihaqi, dari sahabat Ibnu ‘Abbas dan diriwayatkan pula dari beberapa
sahabat).
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada
suaminya dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup).” (HR. AN Nasa-i, Al Hakim, Al
Baihaqi dari sahabat Abdullah bin Amr. Al Hakim berkata,’Hadits ini sanadnya shahih,’ dan disepakati oleh
Imam Adz Dzahabi)
Isteri Wajib Berbuat Baik Kepada Suaminya
Perbuatan ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan perbuatan yang serupa atau yang lebih
baik. Isteri harus berkhidmat kepada suaminya dan menunaikan amanah mengurus anak-anaknya menurut
syari’at Islam yang mulia. Allah telah mewajibkan kepada dirinya untuk mengurus suaminya, mengurus
rumah tangganya, mengurus anak-anaknya.
NASiHAT UNTUK SUAMI ISTERI
1. Bertakwa kepada Allah dalam keadaan bersama mahupun sendiri, di rumahnya mahupun di luar
rumahnya.
2. Wajib menegakkan ketaatan kepada Allah dan menjaga batas-batas Allah di dalam keluarga.
3. Melaksanakan kewajiban terhadap Allah dan minta tolong kepada Allah. Laki-laki wajib mengerjakan
shalat lima waktu di masjid secara berjama’ah. Dan perintahkan anak-anak untuk shalat pada
waktunya.
4. Menegakkan shalat-shalat sunnah, terutama shalat malam.
5. Perbanyak berdzikir kepada Allah. Bacalah Al Qur’an setiap hari, terutama surat Al Baqarah. Bacalah pula
do’a dan dzikir yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Ingatlah, bahawa
syaitan tidak senang kepada keutuhan rumah tangga dan syaitan selalu berusaha mencerai-beraikan
suami isteri. Dan ajarkan anak-anak untuk membaca Al Qur’an dan dzikir.
6. Bersabar atas musibah yang menimpa dan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya.
7. Terus menerus berintrospeksi antara suami isteri. Saling menasihati, tolong menolong dan memaafkan
serta mendo’akan. Jangan egois dan angkuh atau bangga dengan derajat.
8. Berbakti kepada kedua orang tua.
9. Mendidik anak agar menjadi anak-anak yang shalih, ajarkan tentang aqidah, ibadah dan akhlak yang
benar dan mulia.
10. Jagalah anak-anak dari media yang merosak aqidah dan akhlak.
NASIHAT KHUSUS UNTUK SUAMI
Wahai Para Suami!!
• Apa yang memberatkanmu-wahai hamba Allah-untuk tersenyum di hadapan isterimu ketika engkau
masuk menemuinya, agar engkau memperoleh ganjaran dari Allah.
• Apa yang membebanimu untuk bermuka cerah ketika engkau melihat isteri dan anak-anakmu?
Engkau akan mendapat pahala.
• Apa sulitnya jika engkau masuk ke rumah sambil mengucapkan salam secara sempurna:
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” agar engkau memperoleh tiga puluh kebaikan.?
• Apa yang kira-kira akan menimpamu jika engkau berkata kepada isterimu dengan perkataan yang
baik, sehingga ia meredhaimu, sekalipun dalam perkataanmu tersebut agak sedikit dipaksakan?
• Apakah yang menyusahkanmu-wahai hamba Allah-jika engkau berdo’a: “Ya Allah! Perbaikilah
isteriku, dan curahkan keberkahan padanya.”
• Tahukah engkau bahawa ucapan yang lembut merupakan shadaqah?.
NASIHAT KHUSUS UNTUK ISTERI
Wahai Para Isteri
• Apakah yang menyulitkanmu, jika engkau menemui suami ketika dia masuk ke rumahmu dengan
wajah yang cerah sambil tersenyum manis?
• Berhiaslah untuk suamimu dan raihlah pahala di sisi Allah, sesungguhnya Allah itu indah dan
menyukai keindahan, gunakanlah wangi-wangian! Bercelaklah! Berpakaianlah dengan busana
terindah yang kau miliki untuk menyambut kedatangan suamimu. Ingat, janganlah sekali-kali
engkau bermuka muram dan cemberut di hadapannya.
• Jadilah engkau seorang isteri yang memiliki sifat lapang dada, tenang dan selalu ingat kepada Allah
dalam segala keadaan.
• Didiklah anak-anakmu dengan baik, penuhilah rumahmu dengan tasbih, takbir, tahmid dan tahlil
serta perbanyaklah membaca Al Qur’an, khususnya surat Al Baqarah, kerana surat tersebut dapat
mengusir syaitan.
• Bangunkanlah suamimu untuk mengerjakan shalat malam, anjurkanlah dia untuk berpuasa sunnah
dan ingatkanlah dia kembali tentang keutamaan berinfak, serta janganlah melarangnya untuk
bersilaturahim.
• Perbanyaklah istighfar untuk dirimu, suamimu, orang tuamu, dan semua kaum muslimin, dan
berdoalah selalu agar diberikan keturunan yang shalih dan memperoleh kebaikkan dunia dan
akhirat, dan ketahuilah bahawasanya Rabb-mu Maha Mendengar do’a. Sebagimana firman Allah:
“Dan Rabb kalian berfirman:’Berdo’alah kepada-Ku, nescaya Aku akan mengabulkan untuk
kalian’.” (QS.Al Mu’min:60)
KEPEMIMPINAN LAKI-LAKI ATAS WANITA
Allah Ta’ala berfirman:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh kerana Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan kerana mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih ialah yang
ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh kerana Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi dan Maha Besar.” (QS. An Nisa’:43)
KEWAJIBAN MENDIDIK ANAK
Sang suami sebagai kepala rumah tangga haruslah memberikan teladan yang baik dalam memikul tanggung
jawabnya, kerana Allah akan mempertanyakannya di hari akhir kelak. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda:
“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggungjawab atas orang yang
dipimpinnya. Seorang Amir (Raja) adalah pemimpin, laki-laki pun pemimpin atas keluarganya,
dan perempuan juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya, ingatlah bahawa kamu
sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas
kepemimpinannya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dari shabat Ibnu Umar)
Seorang suami harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi suami yang shalih, dengan
mengkaji ilmu-ilmu agama, memahaminya serta melaksanakan dan mengamalkan apa-apa yang
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, serta menjauhkan diri dari setiap yang
dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Kemudian dia mengajak dan membimbing
sang isteri untuk berbuat demikian juga, sehingga anak-anaknya akan meneladani kedua orang tuanya,
kerana tabi’at anak memang cenderung untuk meniru apa-apa yang ada di sekitarnya.
1. Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar, agar mereka mengenal dan mencintai Allah, yang
menciptakannya dan seluruh alam semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam, yang pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar mereka mengenal dan
memahami Islam untuk diamalkan.
2. Pada usia dini (sekitar 2-3 tahun), kita ajarkan kepada mereka kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al
Qur’an, sebagaimana yang dicontohkan oleh para sahabat dan generasi tabi’in dan tabi’ut tabi’in,
sehingga banyak dari mereka yang sudah hafal Al Qur’an pada usia sangat belia.
3. Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi keutamaan bagi orang tua kepada anaknya.
4. Perhatian orang tua terhadap anaknya juga dalam hal akhlaqnya, dan yang harus menjadi penekanan
utama adalah akhlaq (berbakti) kepada orang tua.
5. Juga perlu diperhatikan teman pergaulan anaknya, kerana sangat mungkin jadi pengaruh buruk
temannya akan berimbas pada perilaku dan akhlaq anaknya.
6. Disamping ikhtiar yang dilakukan untuk menjadikan isterinya menjadi isteri yang shalihah, hendaknya
sang suami juga memanjatkan do’a kepada Allah pada waktu-waktu yang mustajab, seperti sepertiga
malam terakhir, agar keluarganya dijadikan keluarga yang shalih, dan rumah tangganya diberikan
sakinah, mawaddah wa rahmah, seperti do’a yang tercantum dalam Al Qur’an:
“Dan orang-orang yang berdo’a:’Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami,
keturunan-keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orangorang
yang bertakwa.” (QS. Al Furqan:74)
Paling tidak, seorang suami hendaknya boleh menjadi teladan dalam keluarganya, dihormati oleh sang
isteri dan anak-anaknya, kemudian mereka menjadi hamba-hamba Allah yang shalih dan shalihah, bertakwa
kepada Allah.
Sumber : Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar